Panggilan Kontemplasi

Berhentilah sejenak!
Lupakan segala sesuatu dan pandanglah dirimu sendiri!
Siapakah dirimu, dan apa yang telah engkau lakukan agar pantas mengikuti jalan Tuhan?

Betapa lelah dan pahit hati ini, dan tenggelam dalam kemalasan,
Yang tidak akan dibangkitkan karena engkau menolak cintakasih Tuhan dan
Berpaling untuk tidak mendengarkan suara-Nya!

Perhatikanlah!
Hai engkau yang sengsara,
Pertimbangkanlah dirimu sendiri untuk menjadi lebih kudus,
Pada panggilan yang lebih luhur dan sesuai dengan kodrat kemanusiaan dan ilahimu.

Engkau sendirilah,
tetapi yang lebih menimbulkan belas kasihan
jika engkau gagal untuk menjadi berguna
jika engkau tidak mendapatkan penghiburan dan rahmat
untuk hidup dalam nilai-nilai sesuai dengan panggilan hidupmu.

Tuhan Allah kita, yang adalah Allah Mahaagung,
Raja dari segala raja, telah merendahkan diri-Nya,
Menjadi manusia seperti kita,
Menjadi Hamba dari segala hamba.

Dapatkah kita mengagungkan diri melebihi-Nya.
Dapatkah kita menjadi rendah hati seperti Dia?

Ia telah memanggil dan memilih engkau,
Untuk mengalami kasih-Nya,
Untuk menjadi umat yang dikasihiNya,
Untuk menjadi murid-Nya.



Renungan:
Di dunia yang bising penuh dengan aktivitas ini, kita dapat hanyut dalam kesibukan yang menjadikan kita lupa untuk berhenti sejenak, tinggal bersama diri sendiri dalam hening. Kita sibuk berjumpa dengan banyak orang tetapi lupa untuk berjumpa dengan diri sendiri. Kita sibuk menonton dan melihat orang lain, namun lupa atau hanya memiliki sedikit waktu untuk menonton dan melihat diri sendiri. Kita sibuk beraktivitas untuk orang lain dan masyarakat, tetapi seringkali lupa untuk intens beraktivitas untuk dirisendiri. Akibatnya? Kita semakin tidak mengenali diri sendiri. Kita semakin tidak “berisi” karena tidak pernah memenuhi “kebutuhan sejati” diri sendiri. Kita semakin kehilangan makna hidup dan bahkan sering kehilangan arah dan tujuan.

Kita dipanggil untuk berkontemplasi. Berhenti sejenak dalam arus kehidupan, bersama diri sendiri dan Tuhan. Memandang diri sendiri penuh kasih dalam Tuhan. Menemukan kembali siapa diri sesungguhnya. Melihat kembali “peta” arah dan tujuan hidup. Menyalakan kembali nilai-nilai yang menjadi pedoman dan keyakinan kita, agar menjadi obor yang terang benderang untuk perjalanan peziarahan hidup memenuhi panggilan kudus Tuhan.

Kontemplasi pada dasarnya adalah memandang diri, sesama, alam semesta dan Tuhan menggunakan “mata hati dan mata iman”. Oleh karena itu agar dapat berkontemplasi, kita memerlukan rahmat agar dimampukan untuk berkontemplasi. Tuhan selalu memanggil kita untuk berkontemplasi. Persoalannya kita terlalu sibuk dengan yang nampaknya diri sendiri tetapi bukan diri kita yang sejati. Kita terlalu sibuk dengan aktivitas-aktivitas yang dapat “membutakan” kita untuk memandang segala sesuatu dengan mata hati dan mata iman. Kita sendiri seringkali menghalangi rahmat itu karena kesibukan kita.

Kita hendaknya berani mengambil keputusan untuk “mundur dari keramaian” dan masuk dalam keheningan diri sendiri (bersama Tuhan). Pengalaman akan diri sendiri bersama Tuhan, akan menyuburkan jiwa kita dengan jiwa yang penuh syukur karena iman, kasih dan harapan. Kita menjadi lebih mantap mengikuti jalan Tuhan dan tidak ragu-ragu lagi, walau tantangan dan halangan dapat menghadang kita setiap waktu. Kita lebih bersukacita karena kita menjalani hidup dengan penuh rasa syukur karena kita menyadari sungguh-sungguh bahwa Tuhan memanggil dan memilih kita untuk menjadi salah satu dari kawanan-Nya. Kita dipanggil dan dipilih untuk diselamatkan. Kita dipanggil dan dipilih untuk mengalami kasih-Nya tidak hanya di dunia ini tetapi secara abadi. Bahkan tidak jarang di antara kita yang dipanggil untuk menjadi  murid-murid-Nya yang “lebih” dekat dan khusus.

Salah satu hal penting dari buah kontemplasi adalah kita semakin menjadi rendah hati dan sekaligus rasa syukur yang tak terkira. Siapakah kita ini, yang sebenarnya hina dina dikasihi Allah yang Mahaagung. Siapakah kita ini yang memperoleh rahmat yang begitu besar, diselamatkan-Nya. Siapakah kita ini yang diangkat menjadi umat dan murid-Nya. Siapakah kita ini yang dipanggil dan dipilih untuk tinggal bersama-Nya. Kalau Tuhan yang Mahabesar dan Allah kita, berkenan menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa, siapakah kita untuk menyombongkan diri dan pongah dihadapan-Nya? Kita bersyukur karena kita yang hina ini dikasihi-Nya dan diselamatkan-Nya. Kita bersyukur karena karya Tuhan dalam diri kita.

Akhirnya kita dalam kontemplasi selalu akan berseru bersama pemazmur dalam mazmur 31, 6 dan 8: “Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya Tuhan, Allah yang setia.” Dan “Aku akan bersorak-sorak dan bersukacita karena kasih setia-Mu, sebab Engkau telah menilik sengsaraku, telah memperhatikan kesesakan jiwaku.”